E-Sport Bakal Masuk Kurikulum, Begini Komentar Kabid Pendidikan SMP Lamongan


Cabang olahraga E-sport dikabarkan bakal masuk ke kurikulum sekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Ketua Bidang Humas dan Komunikasi Pengurus Besar E-sports Indonesia (PBEsI), Ashadi Ang dalam sebuah diskusi virtual bertajuk “Membangun Jenjang Karier Atlet Esports & Prestasi Bangsa”, pada beberapa waktu yang lalu.

Menurut Ashadi, E-sports nantinya juga akan masuk pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal tersebut dikarenakan adanya rancangan besar pembinaan atlet E-sports yang akan dilakukan oleh PBEsI hingga memperkenalkan besarnya peluang, dan pondasi E-sports yang ada di Tanah Air.

Menyikapi kabar tersebut, Kabid Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, Chusnu Yuli Setyo mengatakan, pihaknya tidak merasa keberatan jika hal itu sekadar untuk mengenalkan cabang olahraga baru berupa E-sport di era internet seperti sekarang.

“Kalau sekadar mengenalkan saya tidak keberatan. Tetapi, kalau E-sport harus menjadi bab tersendiri, ada materi, dan ada penilaiannya, saya tidak setuju,” ujar Chusnu Yuli saat dikonfirmasi beritajatim.com, Minggu (28/11/2021).

Chusnu Yuli juga menyampaikan terkait beberapa konsekuensi jika E-sport ini benar-benar dimasukkan ke kurikulum, di antaranya seperti kebutuhan penambahan bandwidth di sekolah dan kuota internet bagi siswa, yang kemudian bakal berdampak pada orang tua dari siswa.

“Kalau muridnya cuma 32 anak ini lebih mudah mengatur di lab komputer dan hanya butuh sedikit bandwidth internet. Namun kalau jadi tugas siswa, siswa akan butuh kuota internet lebih banyak. Ini akan memberatkan orang tua. Padahal untuk PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) secara online saja masih banyak yang belum mampu beli paketan internetnya,” terangnya.

Tak hanya itu, Chusnu juga menyebutkan tentang konsekuensi lain yang akan diterima jika E-sport dimasukkan ke kurikulum sekolah, yakni akan mengakibatkan kecanduan bermain game pada siswa, serta penggiringan dunia pendidikan ke virtual yang notabennya dikuasai oleh kapitalisme global.

“Konsekuensi kedua siswa akan lebih kecanduan bermain game semacam PUBG, Mobile Legend, League of Legend dan lain-lain, dan melupakan waktu belajar. Siswa pasti beralasan ada tugas guru, padahal belum tentu. Konsekuensi ketiga dunia pendidikan sedang digiring masuk ke dunia virtual yang dikuasai kapitalisme global. Secara tidak langsung, kita akan ikut masuk ke dunia Metaverse (semesta virtual) yang sedang dikembangkan pemilik Facebook dan pemegang saham global lainnya. Sementara anak-anak dididik menjadi konsumen yang hidup di dunia virtual,” paparnya.

Oleh sebab itu, Chusnu berharap, E-sport tidak secara tergesa dimasukkan ke Kurikulum sekolah dulu, apalagi SMP. Namun jika memang dikehendaki demikian, lanjut Chusnu, E-sport bisa dimasukkan ke kurikulum level SMA saja.

Lebih lanjut, Chusnu berharap, peran orang tua dari para siswa dalam mengontrol dan membimbing anak-anaknya pun harus perlu ditingkatkan. Sehingga bagaimana para siswa ini bisa terus berprestasi di sekolahnya meski hidup di tengah gencarnya dunia virtual saat ini.

Sebagai informasi, sebelum wacana E-sport ramai diperbincangkan tahun ini, Pemerintah melalui Menpora pada tahun 2019 yang lalu juga sempat merencanakan masuknya E-sport sebagai kurikulum pendidikan formal, lebih tepatnya saat Imam Nahrawi menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Beritajatim

#GresikBaik
#infogresik
#Gusfik

Posting Komentar

0 Komentar